Penulis |
Editor: Gerry Ngamel
TUAL, MARRINnews.com - Mantan Ketua DPRD Kota Tual
periode 2014-2019, Fadilah Rahawarin mengungkapkan kemurkaannya atas tindakan
oknum tertentu terhadap isu pembakaran Musholla di Kota Tual yang dianggap provokatif.
Fadilah mengatakan, tindakan-tindakan provokatif terhadap
Musholla maupun isu-isu SARA lainnya ditengah kondisi pertikaian antarkelompok
warga di Kota Tual tidak dapat diterima.
"Kita semua tahu bahwa pertikaian di Tual adalah antara
dua kelompok warga, Banda Ely dan Yarler. Tapi, sangat disayangkan ada isu yang
berkembang bahwa ada pembakaran Musholla, itu tidak benar... hoax," ungkap
Fadilah kepada wartawan di Tual, Kamis (2/2/2023).
Sejauh ini, berbagai pihak tengah berupaya meminimalisir
konflik antarkelompok warga di Bumi Maren, Kota Tual. Fadilah lantas menyerukan
agar segala jenis tindakan provokatif dihindari, termasuk pentingnya
menciptakan kenyamanan di lingkungan masing-masing.
Fadilah, Tokoh Pemuda Pattimura Tual itu bersama sejumlah
pemuda Dullah Laut dan Tayando mengunjungi kompleks Sinar Pagi di Kelurahan
Lodar El, Kota Tual pada Kamis (2/2/2023). Di sana, ia bercengkrama dengan para
pemuda Komunitas Sinar Pagi sembari meneguk secangkir kopi.
Dalam perjumpaan itu Fadilah juga memberikan edukasi kepada
para pemuda setempat menyikapi provokasi yang tengah terbangun.
Ia lantas memuji tindakan pemuda Kompleks Sinar Pagi yang
tidak terhasut isu-isu provokatif, bahkan mereka juga tidak terlibat dalam
peristiwa sejak 31 Januari 2023 kemarin.
"Saya sangat berterima kasih kepada anak-anak Sinar Pagi yang menunjukan kedewasaan mereka dalam menanggapi suatu permasalahan dalam konflik antar dua kelompok warga ini," ucapnya.
Fadilah menilai, suatu konflik yang berkepanjangan akan
sangat berdampak terhadap stabilitas kemajuan daerah. Sehingga, kata dia bahwa konflik harus segera
dihentikan.
"Ve Helat Dit yang ada di Tanah Kei ini, harta i bloer
ne minan i umat. It yan te i ya ain mehe ni tu'u ta fol ma ta'ot ba'bail te it
besa rugi wat (pesan dalam bahasa Kei)"
"(Kepada saudara-saudaraku yang ada di Tanah Kei, harta
hanyalah kiasan hidup semata, yang terpenting adalah hidup bermasyarat yang
damai. Kita semua satu turunan dari rahim yang sama, yakni Tanah Kei. Jadi
sebesar apapun tindakan (negatif) kita, pasti akan merugikan kita sendiri
bermasyarakat)," tutur Fadilah berpesan.
Ia kembali memberi penguatan moral kedamaian dengan
mengemukakan sebuah filosofi Kei.
"Vun na'il nangan rok (perang telah berakhir) di zaman
leluhur, sudah selesai. Di zaman ini, kita generasi anak Kei yang merasa diri
'Lar en ba'ba wir en so'so' mari tinggalkan perbedaan. Tidak ada yang salah,
tidak ada yang benar. Kita benar, benar semua... kita salah, salah semua karena
kita manusia tidak luput dari khilaf," imbuh Fadilah.
Selanjutnya, Fadilah menghimbau warga agar segala persoalan
dibalik konflik antarkelompok warga di Tual diserahkan kepada pihak kepolisian.
"Jangan lagi kita dibodohi, ada alat negara. Ada informasi negatif,
laporkan ke pihak berwajib nanti mereka yang menelusuri benar atau tidak,"
katanya.
Sementara itu, sebuah langkah konkret perlu dilakukan
seluruh elemen masyarakat, baik komunitas pemuda, kepolisian, tokoh adat, tokoh
agama maupun perempuan, terutama, Pemerintah daerah setempat.
Menurut Fadilah, kekuatan adat Kei dapat menjadi pijakan
dalam menangani peristiwa konflik antarkelompok warga. Seiring itu juga, ia
berharap kondisi bisa segara pulih sehingga aktivitas masyarakat kembali
berjalan normal.
"Harapan kami kepada aparat penegak hukum, terutama
Pemerintah daerah agar berdiri menyelesaikan pertikaian ini dengan kepala
dingin dan pikiran tenang. Kumpulkan semua elemen masyarakat untuk duduk
bersama," kata Fadilah.
"Yang bisa meyakinkan rakyat ini adalah pemerintahan.
Kalau pemerintah turun dan menangani persoalan ini, saya yakin sungguh semua
masyarakat luas akan menerima dengan hati yang lugas," tandasnya.