Fredy Rahalus, Penggiat Filsafat Hukum Putra Haar Rumtiar. Sumber foto: Fredy Rahalus |
MARRINnews.com - Corona Virus Disease
2019 atau COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-CoV-2,
salah satu jenis korona virus. COVID-19
pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia. Lantas, hanya dalam waktu beberapa bulan
di beberapa Negara mulai memberlakukan kebijakan Lockdown untuk
mencegah virus Covid-19 yang semakin menular.
Kasus positif COVID-19 di
Indonesia pertama kali terdeteksi pada tanggal 2 Maret 2020, yakni ketika
dua orang terkonfirmasi tertular dari seorang warga negara Jepang. Delapan
bulan kemudian setelah kasus pertama Covid-19 dikonfirmasi di Indonesia, jumlah
kasus positif kini mencapai lebih dari setengah juta orang dengan penambahan
kasus positif harian antara 4.000-5.000 kasus per hari.
Pada Senin (23/11/2020), Kementerian
Kesehatan merilis total ada 502.110 orang yang dinyatakan positif virus corona.
Kasus-kasus positif ini menyebar di seluruh provinsi, namun hampir separuhnya
ada di Pulau Jawa. Bahkan Jumlah kasus positif terbanyak didominasi DKI Jakarta
dengan 127.164 orang, kemudian disusul Jawa Timur sebanyak 58.679 kasus
positif, serta Jawa Barat (48.064), dan Jawa Tengah (47.380). Zonautara.com
Tidak lama setelah terjadi peningkatan jumlah
korban yang terpapar Covid-19 semakin membahayakan. Presiden kemudian
menetapkan Perppu No 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Covid-19 dan/atau dalam rangka
menghadapi ancaman yang membahayakan perokonomian nasional dan/atau stabilitas system
keuangan.
Perppu yang kemudian disetujui oleh DPR ini
meskipun setelah disetujui oleh DPR menjadi UU yakni menjadi bagian dari hirarki peraturan
perundang-undangan. Namun landasan kewenangan pembentukanya sesungguhnya
didasarkan atas kewenangan diskresi konstitusional yang merupakan implementasi
dari pasal 5 terkait kekuatan eksekutif dan pasal 22 terkait extraordinary
power sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yang keduanya melekat pada sistem
presiden dan sistem pemerintahan
presidensial.
Namun bisa dikatakan bahwa landasan pembentukan Perppu tersebut
adalah kewenangan diskresi Presiden dengan produk hukum yang dihasilkan
disetingkatkan dengan UU mengingat konsideran pembentukannya didasarkan atas
kegentingan yang memaksa (Overmacht). Perppu No. 1 Tahun 2020 tersebut kemudian
menjadi rujukan dari sejumlah produk peraturan perundang-undangan maupun
peraturan kebijakan berikutnya.
Meskipun tak bisa dikatakan cepat, namunPerppu tersebut masih bisa
dikatakan hadir pada saat yang tepat, yaitu masih dalam triwulan pertama tahun
anggaran 2020. Proses refocusing dan realokasi APBN dan APBD masih dapat
dilakukan dengan efektif, karena belum terlalu banyak policy pengadaan
barang/jasa yang sudah dieksekusi. Kebanyakan masih pada tahapan proses
persiapan pelaksanaan swakelola maupun pemilihan penyedia.
Hal yang penting untuk dicermati juga dalam upaya mengefektifkan langkah-langkah kebijakan pemerintah adalah pembentukan apa yang dalam Hukum Administrasi Negara disebut dengan peraturan kebijakan (beleidsregel).
Peraturan Kebijakan bukanlah bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan dalam ruang lingkup UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan kebijakan dibentuk berdasarkan kewenangan
diskresi pemerintah sebagai akibat adanya kebutuhan faktual dan operasional
pemerintah dalam mengeksekusi sejumlah kebijakan penting dalam kondisi yang
genting, tetapi tidak ada perintah langsung dari undang-undang bagi pemerintah
untuk membentuk peraturan pelaksanaan.
Efektivitas Peraturan Kebijakan
Agar eksekusi kebijakan dapat dilaksanakan dengan baik dan efektif,
maka diperlukan pedoman bagi pejabat pemerintah di ranah tekhnis operasional
untuk melaksanakan sejumlah kebijakan operasional penting yang dituangkan ke
dalam peraturan kebijakan. Beberapa contoh dari peraturan kebijakan yang
dibentuk pada masa pandemi covid-19 yang menurut saya memperlancar penyelenggaraan kewenangan bagi
para penyelenggara di ranah teknis-operasional dapat saya uraikan berikut
sebagai berikut.
Presiden segera mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang
Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam
Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai landasan kebijakan untuk
menyesuaikan kebutuhan penanganan pandemi covid-19 secara efektif dengan
anggaran yang tersedia dalam APBN tahun 2020.
Langkah yang diambil oleh Presiden ini cukup tepat, mengingat
kebutuhan APD, rumah sakit darurat untuk menangani pasien-pasien yang terpapar
covid-19, obat-obatan, biaya pendukung medis, dan lain-lain harus segera
tersedia. Inpres tersebut merupakan solusi efektif menghadapi kondisi darurat
covid-19 yang membutuhkan anggaran yang besar.
Selain itu, dampak sosial ekonomi dari kondisi darurat covid-19 juga
harus diatasi melalui kebijakan keuangan negara yang kemudian mendorong
pemerintah untuk mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilisasi Sistem Keuangan Negara untuk penanganan
Covid-19.
Bertitik tolak dari Inpres tersebut, sejumlah peraturan kebijakan
menyusul. Yakni Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP)
mengeluarkan SE No. 4 Tahun 2020 yang esensinya mengintegrasikan protokol
covid-19 dengan pelaksaaan pembuktian kualifikasi/klarifikasi dan negosiasi
pada proses pemilihan penyedia dalam pengadaan barang/jasa dalam masa pandemi
covid-19. Kebijakan ini penting untuk tetap mengefektifkan proses pengadaan
barang/jasa bagi pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, khususnya dalam
penanganan covid-19, dengan tetap menggunakan rujukan protokol Covid-19.
Dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mendukung
langkah-langkah penanganan Covid-19 yakni dengan dikeluarkannya SE Ketua KPK
No. 8 Tahun 2020 sebagai pedoman yang mengatur tentang Penggunaan Anggaran
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penangangan Covid-19
Terkait Dengan Pencegahan Tindak Pidana korupsi. Roda birokrasi di daerah dalam mengatasi
kondisi darurat covid-19 juga didukung oleh dikeluarkannya Surat Edaran
Mendagri No. 440/2622/SJ tentang pembentukan Gugus Tugas Pecepatan Penanganan Covid-19 di daerah. Kebijakan
itu sangat penting untuk melakukan penajaman dan memfokuskan pekerjaan
pemerintah daerah dalam menangani pandemi covid-19 yang meluas di 34 provinsi
yang ada di Indonesia.
Nah, berbagai contoh yang dikemukakan di atas memperlihatkan peranan
yang sangat penting dari keberadaan kewenangan yang melekat pada jabatan para
pengambil kebijakan ketika menghadapi kondisi yang harus diatasi secara tepat,
namun, peraturan perundang-undangan tak menyediakan landasan yuridis yang
lengkap atau memerlukan interpretasi dalam pelaksanaan operasionalnya. Peraturan-peraturan
kebijakan yang dapat dikeluarkan pemerintah dalam teori Hukum Administrasi
sangat variatif, bisa berbentuk instruksi, surat edaran, juklak, juknis,
pedoman, pengumuman atau bahkan bisa berupa nota dinas.
Peraturan kebijakan bukan saja efektif di masa Covid-19 namun dalam
banyak kasus sangat mendukung implementasi kebijakan pemerintah secara efektif
karena memberikan pedoman yang jelas bagi aparat pemerintah di ranah tekhnis
operasional untuk mengambil tindakan secara bijaksana. Peraturan kebijakan
memang bukan bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan, namun dinilai
sangat penting untuk mendukung efektivitas kebijakan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan faktual yang membutuhkan respons pemerintah secara cepat.
Maka dari itu diharapkan dimasa yang akan datang perlu pengaturan terkait mengenai kedudukan peraturan kebijakan didalam UU Administrasi Pemerintahan yakni UU No 30 Tahun 2014 agar peraturan kebijakan tidak lagi dianggap sebagai tindakan diskresi konstitusional melainkan sebagai tindakan konstitusional. Peraturan kebijakan adalah isntrumen kebijakan hukum yang dapat diambil kepala daerah dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi pasca pandemic covid-19.
Tulisan ini menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari penulis. Penulis adalah seorang penggiat filsafat hukum, Putra Haar Rumtiar.
Penulis: Fredy Rahalus
Publisher: Redaksi MARRINnews.com