Mendikbudristek RI, Nadiem Makarim. Sumber foto: Facebook/Kemendikbudristek RI. |
Penulis | Editor:
Gerry Ngamel
Langgur, MARRINNEWS.com
– Sebanyak 38 bahasa
daerah yang tersebar di 12 provinsi NKRI akan menjadi objek revitalisasi. Revitalisasi
akan dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek)
di sepanjang tahun 2022 melalui program “Revitalisasi Bahasa Daerah Berbasis
Sekolah dan Komunitas Tutur”.
Demikian disampaikan
Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam peluncuran virtual Merdeka Belajar Episode
17 bertema “Revitalisasi Bahasa Daerah”, baru-baru ini di Sulawesi Selatan.
Dilansir dari berbagai media, Nadiem menyatakan
banyak bahasa daerah di Indonesia yang kondisinya terancam punah dan kritis.
Penyebab utamanya, kata dia, oleh karena penutur sejati bahasa daerah itu sendiri
tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya.
“Kalau tidak
digunakan ya otomatis akan hilang di generasi berikutnya. Untuk itu, revitalisasi
bahasa daerah perlu dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan bentuk dan fungsi
baru terhadap suatu bahasa yang terancam punah tersebut,” ujar Nadiem.
Nadiem menegaskan,
revitalisasi ini sendiri sebagai respon atas kondisi kritis bahasa daerah di Indonesia.
Dari 718 bahasa daerah di 34 provinsi, 25 bahasa daerah terancam punah, 6
dinyatakan kritis dan 11 bahasa telah punah.
Nadiem menyebutkan,
Kemendikbudristek telah merancang tiga model revitalisasi. Ketiga model pendekatan
tersebut nantinya disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Model
pertama, karakteristik daya hidup bahasanya masih aman dengan jumlah penutur masih
banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat.
Pendekatan pada model ini, pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui
pembelajaran di sekolah atau berbasis sekolah.
Model kedua, karakteristik daya hidup bahasanya tergolong rentan, jumlah penutur
relatif banyak dan bahasa daerahnya digunakan secara bersaing dengan
bahasa-bahasa daerah lain.
Pendekatan
pada model ini, pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui
pembelajaran di sekolah. Jika wilayah tutur bahasa itu memadai, pewarisan dalam
wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis
komunitas.
Lalu model ketiga, karakteristik daya hidup bahasanya kategori mengalami
kemunduran, terancam punah, atau kritis, serta jumlah penutur sedikit dan
dengan sebaran terbatas. Pendekatan pada model ini adalah pewarisan dapat
dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa
yang terbatas dan khas.
“Pembelajaran
juga dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat
belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat
ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat,” tambah Nadiem.
Sasaran dan Tujuan Akhir
Mendikbudristek
menyebut sasaran dari program revitaliasasi mencakup 1,5 juta siswa di 15.000
sekolah serta 29.000 guru dan 17.000 kepala sekolah, termasuk 1.491 komunitas
tutur yang turut terlibat dalam penyusunan model pembelajaran bahasa daerah dan
perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan.
Puncak revitalisasi
bahasa daerah akan dirayakan di tingkat nasional melalui Festival Tunas Bahasa
Ibu (FTBI). Festival itu merupakan media apresiasi kepada para peserta
revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari
sekolah, atau komunitas belajar.
“Dalam FTBI nanti
mengusung tujuh materi kegiatan, yakni membaca
dan menulis aksara daerah, menulis cerita pendek, membaca dan menulis puisi
(sajak, gurit), mendongeng, pidato, tembang tradisi, dan komedi tunggal,"
jelas Nadiem.
Nadiem menerangkan, ada sejumlah tujuan akhir dari revitalisasi bahasa daerah.
Pertama, para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan
mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang mereka
sukai. Kedua, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah.
Ketiga, menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa
daerah untuk mempertahankan bahasanya. Keempat, menemukan fungsi dan rumah baru
dari sebuah bahasa dan sastra daerah.
“Melalui
program “Revitalisasi Bahasa Daerah Berbasis Sekolah dan Komunitas Tutur” itu
diharapkan para siswa semakin bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi
baik secara lisan dan tulisan,” tandas Nadiem Makarim.
Berikut
38 Bahasa daerah yang menjadi objek revitalisasi: Bahasa Melayu dialek Panai, Bahasa Batak
dialek Angkola, Bahasa Melayu dialek Sorkam di Sumatera Utara. Bahasa Kenyah, Paser,
Bahasa Melayu dialek Kutai Kota Bangun di Kalimantan Timur.
Bahasa Dayak
Ngaju, Bahasa Melayu dialek Kota Waringin, Bahasa Uud Danum (Ot Danum), Bahasa Maanyam
di Kalimantan Tengah. Bahasa Jawa di Jawa Tengah. Bahasa Sunda di Jawa Barat. Bahasa
Bali di Bali.
Selanjutnya Bahasa
Ternate, Tobelo, Sula, dan Bahasa Makian Dalam (Makian Timur) di Maluku Utara. Bahasa
Buru, Yamdena, dan Bahasa Kei di Maluku.
Bahasa Makassar,
Bahasa Bugis, dan Bahasa Toraja di Sulawesi Selatan. Bahasa Dawan, Manggarai, Kambera,
Rote dan Bahasa Abui di Nusa Tenggara Timur. Bahasa Sasak, Sumbawa (Samawa), dan
Bahasa Bima (Mbojo) di Nusa Tenggara Barat.
Lalu di Provinsi Papua, yakni Bahasa Tobati, Sentani, Biyekwok, Sobey, Imbuti (Marind), Biak, dan Bahasa Kamoro.