Penulis/Editor: Ghege Ngamel ||
"Pemerintah daerah Maluku Tenggara harus menjaga wilayah perairan laut yang akan dijadikan sebagai sentra budidaya rumput laut dari ganggguan arus lalu lintas kapal," - Tenaga Ahli Deputi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin.
Malra, MARRINNEWS.com – Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perekonomian Kemaritiman
dan Investasi bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan
Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) sebagai salah satu sentra budidaya rumput laut
terintegrasi pada tahun 2022 mendatang
Seiring penetapan itu, Tim Kementerian
terkait saat ini tengah melakukan survey dibeberapa lokasi yang telah ditetapkan
Pemda Malra sebagai kawasan sentra budidaya.
Seiring hal itu juga, Tenaga Ahli
Deputi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin menekankan komitmen
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Malra dalam mengoptimalkan sarana dan
prasarana utama hingga pendukung keberlangsungan kampung budidaya rumput laut di
daerah itu.
Berikut ulasan wawancara awak
media dengan Safri Burhanuddin selaku Tenaga Ahli Deputi Sumber Daya Maritim Kemenko
Marves, yang juga menjabat sebagai Tenaga Ahli pada Kementerian Kelautan dan Perikanan
RI.
Safri berujar, Kabupaten Maluku
Tenggara memiliki lahan budidaya rumput laut seluas 11.000 hektar. Lahan seluas
itu tersebar di wilayah Pulau Kei Kecil dan Kei Besar.
Selanjutnya, besaran lahan yang
disiapkan Pemerintah daerah setempat untuk dijadikan kawasan sentra produksi sekira
7.000 hektar dari luas lahan tersebut.
“Ini sesuai usulan Bupati (Muhamad
Thaher Hanubun, red) yang telah kami terima beberapa waktu lalu. Dan untuk memastikan
kondisi dan keberadaan dari lokasi lahan itu sendiri, sejak hari Senin kemarin hingga
besok nanti kami akan mensurvey langsung ke lokasi-lokasi dimaksud,” ungkap Safri
saat meninjau lokasi budidaya rumput laut di Pulau Nai, Kei Kecil-Maluku Tenggara,
Selasa (24/8/2021).
Salah satu lokasi budidaya rumput laut di wilayah Barat Kei Kecil. Sumber foto: Ichat Ohoira, Bag Prokopim Malra. |
Kelayakan Lahan Budidaya
Safri menilai empat lokasi budidaya
yang telah ditinjau, mulai dari kawasan Hoat Sorbay, Ohoi Letman, Ohoi Sathean hingga
Pulau Nai di Kei Kecil, kesemuanya telah memenuhi kriteria sebagai sentra produksi.
“Lokasi-lokasi yang sudah dikunjungi,
semuanya bagus dan sangat luar biasa. Tinggal bagaimana memanajemen sistem pengelolaannya
saja,” kata dia.
Menurut Safri, lahan-lahan budidaya
yang telah disurvey sangat berpotensi luar biasa dalam mendukung program kampung
budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara.
“Dari semua lokasi yang ada, di
Malra ini sangat luar biasa. Kenapa? Karena dari sisi keberadaan lahan-lahan dimaksud
tidak bermasalah (konflik, red) dan bebas dari jangkauan limbah,” jelas Pria yang
juga sebagai Tenaga Ahli pada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI itu.
Safri meyakini masyarakat petani
rumput laut di daerah berjuluk Larwul Ngabal ini memiliki pengetahuan dan pengalaman
dalam hal membudidayakan rumput laut.
“Saya yakin, budidaya rumput laut
bukan hal baru buat masyarakat di daerah ini. Kalau baru, pastinya perlu pengajaran
ekstra,” ujar dia.
“Tinggal bagaimana nanti mereka
(petani rumput laut, red) dibimbing untuk bekerja lebih praktis dan simpel sehingga
lebih berhemat, mulai dari tahapan produksi hingga pemasaran,” imbuhnya.
Hasil panen rumput laut oleh petani di salah satu lokasi budidaya. Sumber foto: Ichat Ohoira, Bag Prokopim Malra. |
Ketersediaan Bibit dan Harga Pasaran
Safri mengungkapkan permasalahan
yang dihadapi petani rumput laut di wilayah Maluku Tenggara selama ini adalah terkait
ketersediaan bibit. Lebih parahnya lagi ketika musim penceklik.
Untuk itu, ia berujar bahwa melalui
program ini nantinya bantuan stok bibit akan didatangkan dari pusat. Selain itu,
perlu juga disediakan lahan untuk kebun bibit.
“Perlu dukungan dari pemerintah
pusat sehingga ketika masa penceklik, bibit bisa mereka (petani rumput laut, red)
dapatkan. Itu yang penting,” sebut Safri.
Ia menambahkan, guncangan ketidaksesuaian
harga pasar (fluktuasi, red) yang terlalu tinggi juga menjadi kendala utama bagi
keberlangsungan ekonomi para petani rumput laut.
“Yang diketemukan selama ini,
harga pasaran berada diantara Rp6000-19000. Dalam bisnis, harga ini terlalu tinggi.
Makanya, kedepan ini kita carikan kerjasama dengan investor sehingga harga tetap
stabil dan tidak merugikan petani,” katanya.
Kebutuhan
Tali Bentangan
Petani rumput laut di Maluku Tenggara
sering mengeluh soal kebutuhan sarana pendukung budidaya rumput laut. Salah satunya
adalah tali bentangan.
Bagi para petani, sejauh ini kebutuhan
bentangan sangat terbatas sehingga jumlah bentangan juga disesuaikan. Hal itu kemudian
berdampak pada hasil panen.
Menyikapi masalah tersebut, Safri
memastikan semua infrastruktur tambahan, termasuk tali bentangan akan disiapkan
pemerintah sesuai peruntukan.
“Infrastruktur tambahan pasti
akan disediakan. Untuk itu, kita akan mengidentifikasi berapa banyak kebutuhan (tali
bentangan dan sarana pendukung lainnya, red) yang diperlukan di setiap lahan, mengingat
sarana ini merupakan kebutuhan utama,” imbuhnya.
Safri menyebut, jika satu orang
petani mengelola ¼ hektar lahan maka yang harus tersedia adalah 20 bentangan. Satu
bentangan berjarak 200 meter. Disisi lain, jika satu orang mengelola ½ hektar, bentangan
yang disediakan sebanyak 50.
“Coba bayangkan jika lahan yang
dikelola seluas itu, ditambah lagi dengan jumlah pembudidaya ribuan orang. Dengan
begitu, kita perlu bisnis pendukungnya. Kita perlu mencari dan menyiapkan perusahan
yang menyediakan sarana bentangan dengan harga relatif murah, pasti pembudidaya
takan kemana-mana,” kata Burhanuddin.
Lokasi Budidaya
Bebas Hambatan
Safri Burhanuddin menyatakan sesuai
laporan yang diterima, luas lahan yang disiapkan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara
telah ditetapkan menjadi kawasan budidaya rumput laut. Penetapan tersebut dilakukan
berdasarkan kondisi perairan laut di wilayah setempat.
“Sesuai laporan itu sehingga kami
hadir untuk memastikan juga keberadaan lokasi-lokasi tersebut. Jangan sampai nanti
kita budidayakan disini tapi tata ruang lokasi bukan untuk budidaya. Namun sesuai
tinjauan kami, lokasi-lokasi yang disiapkan itu layak,” katanya.
Kendati demikian, Safri mengingatkan
pemerintah daerah Malra untuk senantiasa menjaga wilayah perairan laut yang telah dijadikan
sebagai lokasi centra budidaya rumput laut dari ganggguan arus lalu lintas kapal.
“Wilayah sini (kawasan sentra
produksi rumput laut, red) harus terbebas dari gangguan arus lalu lintas kapal laut.
Tentunya, maka Bappeda harus secepatnya memetakan tata ruang antara kawasan budidaya
dan jalur transportasi kapal,” tegas dia
“Pemetaan ini harus sudah clear,
supaya tidak ada konflik antar masyarakat,” tandas Safri.