Sumber Foto: Facebook |
Reporter: Ghege Ngamel | Editor: Ghege
“Sekalipun sudah ada MoU, namun belum ada PKS maka mereka tidak boleh beraktivitas. Jika kini mereka beroperasi di daerah ini sesuai informasi yang kita dapatkan, maka dapat kita katakan mereka ilegal,” tegas Tommy Bella.
Tual, Marrinnews.com – Dalam beberapa tahun ini eksploitasi telur ikan terbang (Hirundichthys
oxycephalus) kian marak di perairan laut Kei, Maluku. Dominasi eksploitasi dilakukan
nelayan luar daerah.
Hal ini pun diakui Kepala Kantor Cabang Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku di Tual Tommy Bella.
"Informasi yang kami peroleh dari
masyarakat, di perairan Kota Tual tepatnya di Tayando dan di Malra yakni
Tanimbar Kei dan Ur Pulau bahwa nelayan luar daerah yang berasal dari Provinsi
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kini melakukan aktivitas pengambilan
telur ikan terbang. Aktivitas ini sudah berulang kali dari tahun ke tahun,"
kata Tommy saat ditemui Wartawan di Tual, Jumat (25/6/2021).
Aktivitas penangkapan sumber daya perikanan
ini pun dinilai sudah sangat berlebihan sehingga dapat mengancam populasi ikan
terbang. Bahkan, aktitivitas kapal nelayan tersebut di sekitar pantai diduga telah
merusak terumbu karang.
Ironisnya, kegiatan pengambilan telur ikan
terbang itu dikategorikan dalam praktik penangkapan ilegal.
Tommy berujar bahwa belum dapat memastikan legalitas
aktivitas nelayan luar daerah tersebut. Oleh karena pihaknya belum menemukan
dan memeriksa dokumen izin operasi kapal-kapal motor milik para nelayan
dimaksud.
“Kita belum memastikan dokumen yang mereka
(nelayan luar daerah, red) miliki. Selama ini juga mereka belum pernah melapor ke kita. Seharusnya
mereka melapor ke kita,” ungkap dia.
Tommy menjelaskan, kapal-kapal tersebut dapat
beroperasi di wilayah ini, asalkan sudah ada MoU antara kedua daerah, dalam hal
ini Pemerintah Sulawesi Selatan dan Provinsi Maluku, serta Pemerintah Sulawesi
Tenggara dengan Provinsi Maluku. MoU itu kemudian ditindak lanjuti dengan
adanya Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Dinas Kelautan daerah terkait.
Walau begitu, ia mengakui bahwa sejauh ini
MoU antara Pemprov Maluku dan Sulawesi Selatan sudah ada, namun PKS-nya belum.
Sementara untuk Maluku dan Sulawesi Tenggara, baik MoU maupun PKS belum ada sama
sekali.
“Sekalipun sudah ada MoU, namun belum ada PKS maka mereka tidak boleh
beraktivitas. Jika kini mereka beroperasi di daerah ini sesuai informasi yang
kita dapatkan, maka dapat kita katakan mereka ilegal,” tegas Tommy
Bella.
Ia menambahkan, DKP Maluku belum
mengeluarkan persetujuan PKS dengan DKP Sulawesi Selatan di tahun 2021.
“Kalaupun sudah ada surat dari mereka,
tetapi pertimbangan utamanya yakni edaran Bupati Malra dan Walikota Tual yang
melarang nelayan dari luar masuk ke daerah ini akibat pandemi COVID-19,” terang
Bella.
Terkait izin operasi kapal perikanan di
seluruh perairan di Indonesia, Bella mengemukakan bahwa Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI hanya mengeluarkan izin kepada kapal perikanan berukuran diatas 30
GT.
Sedangkan kapal perikanan berukuran dibawah
30 GT, surat ijin penangkapan Ikan (SIPI) dikeluarkan oleh Pemerintah daerah. Sementara
kapal berukuran dibawah 10 GT, oleh Pemerintah daerah menerbitkan Tanda Daftar
Kapal Perikanan (TDKP).
“Kapal
motor dari luar daerah yang beroperasi di daerah ini untuk mengambil telur ikan
terbang, hanya berukuran dibawah 10 GT,” beber Bella
Keberadaan Nelayan Ilegal, Pokmaswas hingga
Perbup
Bella mengungkapkan bahwa instansinya sudah
melakukan pengawasan berupa patroli serta memberikan edukasi kepada warga. Bahkan
pernah menahan beberapa kapal nelayan yang berasal dari Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara.
“Aktivitas ini merupakan kejadian berulang
oleh nelayan luar daerah dari tahun ke tahun. Kita bahkan sudah pernah menahan
beberapa kapal yang berasal dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Saat
ditahan kita lakukan pembinaan dan kemudian menyuruh mereka pulang ke daerahnya,”
kata Bella.
“Untuk tahun ini sendiri, kita telah beberapa
kali melakukan patroli pengawasan namun belum menemukan mereka, karena ketika
kita turun patroli, laut sepi. Tidak tau
home base mereka ada dimana. Untuk itu informasi sangat kita butuhkan
dari masyarakat,” imbuhnya.
Ia mengklaim, nantinya masyarakat memiliki
kewenangan untuk mengusir para nelayan ilegal seiring adanya pembentukan
kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).
“Kita sudah melakukan penggalangan di
desa-desa untuk adanya Pokmaswas. Pokmaswas ini dapat mengambil tindakan
langsung, seperti penangkapan terhadap aktivitas ilegal di kawasan setempat,”
ujar Bella
Selain itu, kata Bella, Pemerintah Daerah
juga dapat memberikan stresing terhadap aktivitas tersebut melalui adanya
peraturan Bupati ataupun Walikota serta peraturan sejenis lainnya.
Peraturan dimaksud pada intinya melarang masyarakat
daerah setempat bekerjasama dengan nelayan dari luar. “Dari pengalaman kami,
ada nelayan dari luar yang bekerjasama dengan masyarakat disini,” beber Tommy.
Tommy menuturkan, nelayan dari luar daerah telah
meraup keuntungan besar dari hasil pengambilan sumber daya di wilayah Kepulauan
Kei. Hal itu karena nilai ekonomis telur ikan sangatlah tinggi. Tak hanya itu, daun
kelapa yang dibeli dari masyarakat setempat sangatlah murah.
“Apa yang kita dapat dari beraktivitas
nelayan dari luar daerah ini berdeda jauh dengan apa yang mereka dapatkan,
karena telur ikan ini bernilai ekonomis tinggi,” kata dia.
"Saat ini mereka (nelayan luar daerah,
red) mencuri kalian (masyarakat Kei, red) punya harta, makanya ketika baku
dapat mereka, itu kalian usir. Karena apa yang kalian dapat itu rugi, baik dari
pembelian daun kelapa ataupun setoran ke pihak-pihak warga," ujar Bella.