Marrin News

Kisah "Tiga Putri Kei" yang Jadi Korban Ledakan Bom di Depan Gereja Katedral Makassar

Potret Tiga Putri Kei, Korban Luka Ledakan Bom Bunuh Diri di Depan Gereja Katedral Makassar. Karina Dimayu (kiri), Velerina Selitubun (Tengah) dan Adelina Selitubun (kanan). Foto: Istimewa

Penulis | Editor : Gerardus Ngamel

Langgur, Marrinnews.com - Tragedi ledakan bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3/2021) meninggalkan sederet cerita pilu bagi keluarga korban dan khalayak masyarakat Indonesia. 

Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 10.28 WITA tersebut, diketahui terdapat 20 orang mengalami luka. Tiga belas orang hingga kini masih di rawat di Rumah Sakit Bhayangkara, 3 di Rumah Sakit Siloam dan 4 orang lainnya sudah diperkenankan pulang untuk menjalani rawat jalan. 

Dari 20 orang tersebut, dua orang diantaranya adalah warga Kepulauan Kei, Provinsi Maluku. Sementara satu lainnya merupakan Putri blasteran Kei-Ternate, Maluku Utara. 

Valerina Selitubun, Putri pertama dari pasangan Thadeus Selitubun dan Maria Setitit adalah salah satu dari tiga Putri Kei, korban luka ledakan bom di jalan Kajolodadi, Kecamatan Ujung Pandang itu. 

Suasana hati bercampur aduk seakan tak menyangka gadis semata wayang mereka turut menjadi korban. Mata sembap dan tangis dari ibunda Valerina sontak berurai saat mendapat kabar. 

"Sedih dan kecewa juga saat katong dengar kabar itu, karena kan dia (Sendy) sekarang su semester akhir kuliah. Dia pung mama kemarin waktu dengar kabar itu juga sampe menangis," ucap Ayah Valerina sembari berurai air mata saat ditemui di Ohoi Rumaat, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Senin (29/3/2021) siang. 

Kabar itu di terima keluarga dari kerabat mereka di Kota Makassar melalui sambungan telepon seluler, tak lama setelah Valerina berada di rumah sakit terdekat. 

"Pas katong (saat kami, red) dapat berita kejadian bom itu, katong mau telpon cek tapi tiba-tiba ade (adik, red) yang punya kios di muka jalan sana datang kasi tau, Sendy juga takana (jadi korban)," ungkap Vido, sapaan akrab Thadeus Selitubun. 

Kesedihan mendalam turut menggeluyut hati George Selitibun, Paman dari Adelina Selitubun yang juga adalah korban dalam tragedi ledakan bom itu. 

George berkisah, saat mendengar bahwa Sendy, sapaan akrab Valerina menjadi korban, firasat dia langsung tertuju pada Adelina. Untuk membenarkan dugaannya itu, ia langsung menghubungi Kakak dari Adelina. 

"Pas dong kasi tau ada tiga orang, dalam hati beta su tau sudah, kalau Sendy berarti beta pung anak Lina, sapaan akrab Adelina lai salah satu dari korban tiga orang yang dong maksud itu," ujar George.

Menurut George, keberadaan Lina bersama saudara laki-lakinya di Makassar saat ini lantaran menemani Ibunda mereka yang sedang menjalani pengobatan. Lina, kaka dan sang mama tinggal bersama Sendy, kurang lebih sudah tiga minggu lamanya, terhitung sejak mereka tiba di Makassar. 

Pasca kabar Lina turut menjadi korban, George berpesan kepada si Kakak untuk tidak memberitahukan Ibunda mereka. Hal itu karena kondisi kesehatan sang Ibu. 

 Walau begitu, naluri seorang ibu tak bisa dipungkiri. Ia terus bertanya-tanya penuh cemas, kemana anak perempuannya itu pergi, mengapa hingga sore ini, Lina dan Sendy belum juga pulang. 

Akhirnya kabar kejadian yang menimpa cucu (Sendy) dan Lina, anak dari pasangan Arnolda Yampormase dan Ambrosius Selitubun (alm) itu pun diberitahukan sang Kakak saat kembali dari rumah sakit. 

"Kalau saat itu, dia (kakak Lina) langsung kasi tau, yang ada dong pung mama langsung drop. Jadi sampai sore baru dia kasi tau mama. Jujur saja mama, tapi mama jang pikiran juga ne, su amankan semua," tutur George sebagaimana diceritakan Kakak Lina. 

Suasana pilu juga membayangi keluarga Karina Dimayu di Ohoi Sathean, Kecamatan Kei Kecil.

Kabar Karina yang turut menjadi korban ledakan, baru dapat diketahui pihak keluarga di Ohoi Sathean beberapa saat setelah dihubungi orang tua Karina yang berdomisili di Maluku Utara. 

"Kabar tentang Karina, kami tidak dapat langsung dari Makassar tapi dari orang tuanya," kata Emelianus Tadubun, saudara kandung dari Ibunya Karina. 

Sempat khawatir dengan kondisi Karina, Emelianus beserta keluarga sempat mencoba berulang kali melakukan kontak langsung via telepon seluler dengan Karina, namun tidak bisa. 

"Saat dengar kabar itu, kami langsung hubungi keponakan (Karina) langsung melalui dia pung hp,  tapi kemungkinan karena panik kena serpihan sehingga dia pung hp hilang.  Katong hubungi dia pung nomor hp itu masuk tapi seng ada yang angkat, nanti sampai sekitar jam 7 malam, katong kontak ulang, nomor su seng aktif lai," ungkap Ketua DPS Sathean ini. 

Emil menuturkan kondisi sang ponakan saat ini masih memakai oksigen. Terdapat luka di area wajah, disertai sedikit noda hitam akibat hawa bom. 

"Foto yang dong kirim dari sana itu, dia sementara pakai oksigen. Kalau kondisi luka, seng talalu serius juga," kata Sang Paman. 

Kakak Karina, Enjelina Dimayu mengatakan bahwa sudah saling berkomunikasi via WhatsApp dengan adiknya (Karina). "Kemarin (saat penanganan medis pasca ledakan) pas video call itu, dia sempat menangis karena luka rasa perih. Dia seng ucap apa-apa, hanya menangis saja," tutur Enjel. 

Enjel mengaku, hingga saat ini masih sedih kala membayangi kondisi adiknya. Bahkan rasa trauma selalu menghantui keluarga mereka. "Keluarga semua trauma dengan kejadian ini, apalagi Bapak di Ternate," ujar Enjel. 

Karina merupakan anak dari pasangan Ancelina Tadubun dan Yunius Dimayu. Karina meluluskan pendidikan tingkat menengah pada SMA Santa Margarita Langgur. Kini, ia telah berada di bangku pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar, semester II. 

Namun demikian, trauma dengan kejadian tersebut, keluarga berencana akan memindahkan studi Karina ke Manado, Sulawesi Utara.

"Dia (Karina) trauma dengan kejadian ini, jadi kemungkinan besar katong akan pindahkan dia ke Manado ka begitu," beber Emil. 

Saat Ledakan

Keluarga korban mengisahkan, sebelum peristiwa nahas tersebut, Sendy bersama Lina dan Karina baru saja mengikuti Misa Perayaan Minggu Palma sesi kedua di Gereja Katedral Makassar. 

Setelah misa itu, tiga Nen Dit ini bergegas keluar bersama dari halaman Gereja dan hendak kembali ke tempat tinggal mereka. Tak disangka, tiba-tiba saja bom meledak tak jauh dari posisi mereka berdiri. 

"Dong tiga sama-sama jalan keluar dan sudah berdiri di luar halaman Gereja. Tapi apa saat dong tiga badiri tunggu mobil par mau pulang, tiba-tiba terjadi ledakan. Dong tiga kaget dan rasa kaya dong pung badan su tabakar, ternyata memang dong kena serpihan bom," kata Vido, Ayah dari Sendy sebagaimana dikisahkan kerabat di Makassar. 

Sementara menurut Emil sebagaimana keterangan yang diterimanya, saat ledakan terjadi, Karina berada di belakang sedangkan Sendy dan Lina berada di depan (dekat tempat ledakan). Sehingga serpihan bom tersebut lebih banyak mengenai dua Putri Rumaat ini. 

"Waktu kejadian, dorang tiga sudah berada di luar halaman Gereja dan sementara menunggu angkutan Grab. Tapi karena Karina berdiri agak jauh jadi serpihan kurang kena dia pung badan," ungkap Emil. 

Pesan Cinta

Balutan luka di wajah, tangan dan kaki Sendy, pastinya amat terasa perih. Belum lagi, serpihan bom yang menghantam dadanya. 

Akibat terkena serpihan, kata Vido, luka di dada Sendy cukup parah. Lantas, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makassar ini harus menjalani operasi. 

"Saat komunikasi siang itu, dia bilang dia pung dada sakit karena kena serpihan bom jadi harus operasi. Dari kabar yang katong dapat tadi malam sekitar jam 12, katanya Sendy su selesai operasi malam itu juga di Rumah Sakit Bhayangkara,"

Tak ingin mencemaskan keluarga dengan derita sakit yang ia rasakan, Gadis kelahiran Ohoi Rumat 23 Mei 2000 ini berpesan kepada kedua orang tua dan kerabat lainnya agar mengikhlaskan kejadian yang menimpa dirinya. 

"Mama, Bapa, keluarga samua yang di kampung, jangan terlalu pikiran, yang penting saya selamat saja," demikianlah pesan cinta Sendy kepada keluarga seperti dikatakan Dovi. 

Sebelum dipindahkan ke rumah sakit Bhayangkara Makassar, Sendy, Lina dan Karina sempat mendapat pertolongan pertama di rumah sakit sekitar lokasi kejadian. 

Berbeda dengan Sendy, Lina hanya bisa meneteskan air mata dan tak bisa berkata banyak kala Pamannya menampakan wajah pada dinding layar handphone saat berkomunikasi via WhatsApp. 

"Bapa Bong", demikianlah sepenggal kata yang bisa terucap dari mulut Lina sembari terus memandang wajah Paman George. Keduanya pun larut dalam kesedihan. 

Paman George adalah adik kandung dari almarhum Ambrosius Selitibun. Ia sosok Bapak yang telah merawat Lina sejak Ayahandanya dipanggil pulang Sang Pencipta. 

Baca Juga

Berita Populer

Masukkan Kata Kunci atau ESC Untuk Keluar