Marrin News

Di Balik Polemik Transparansi Dana BUMDes Ohoiren

Serah Terima Kunci Mobil BUMDes/BUMO Ohoiren dari Istri Wakil Ketua BSO ke Penjabat Kepala Ohoi Fransiskus B. Matwaan usai prosesi pelepasan sasi, Kamis (7/9/1/2021). FOTO/Dok. Ghege

Langgur, Marrinnews.com -  Masa bahkti kepengurusan Badan Usaha Milik Desa atau Ohoi (BUMDes/BUMO) Ohoiren, Kecamatan Kei Kecil Barat Kabupaten Maluku Tenggara, dibawah pimpinan Adrianus Farawowan telah berakhir. 

Berakhirnya masa kempimpinan itu seiring telah terbentuknya badan pengurus baru periode 2021-2023, melalui musyawarah ohoi yang dilaksanakan pada Kamis (7/1/2021) di Balai Ohoi setempat.

Meski telah berakhir, namun tak bisa dipungkiri bahwa di balik pergantian pengurus BUMO Ohoiren, ada polemik yang mendasarinya. 

Polemik tersebut terkait dugaan ketidakterbukaan pelaporan pengelolaan dana BUMO oleh pengurus, baik terkait dana simpan pinjam maupun dana operasional mobil. Disisi lain, juga terkait rangkap jabatan Ketua BUMO sebagai Ketua Badan Saniri Ohoi (BSO) Ohoiren.

Atas kondisi itu, masyarakat melakukan aksi protes dengan menyita dan memasang sasi pada mobil yang dikelola BUMO setempat. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar dilakukannya pergantian pengurus dan mendesak Inspektorat melakukan audit terhadap laporan dana BUMO Ohoiren.  

“Saya melihat selama ini tidak ada transparansi pengelolaan dana BUMO dari ketua (ketua lama, red)  ke masyarakat, karena selama ini dia (ketua lama) sendiri yang mengelola tanpa melibatkan pengurus lain,” kata wakil ketua BSO Ohoiren, Riki Rahayaan kepada Wartawan, Kamis (7/1/2020).

Terkait pemasangan sasi pada mobil BUMO, Rahayaan mengaku bahwa sebelumnya ada sebagian masyarakat datang kepadanya dan meminta agar mobil BUMO harus di tahan.  

Lantas, tak tanggung-tanggung Riki menyanggupi permintaan warga, lalu menyita dan memasang sasi pada mobil tersebut. Ia pun mengklaim, dirinya memiliki wewenang untuk proses itu. Penyitaan itu sendiri dilakukannya pada 28 Desember 2020.

“Saya ikut keputusan dari masyarakat untuk mobil harus ditahan. Dan itu wewenang saya karena ketua BSO ada di lingkaran pengurus BUMO,” katanya.

Pelepasan Sasi

Menyikapi polemik yang terjadi, Penjabat Kepala Ohoi Ohoiren yang baru saja bertugas, Fransiskus Bonu Matwaan, yang mana setelah mendapat laporan dari masyarakat, langsung bertindak cepat.

Selama kurang lebih satu minggu lamanya, Matwaan berkoordinasi dengan Pemerintah Kecamatan Kei Kecil Barat, dalam hal ini Camat Jopie Rahajaan guna menuntaskan permasalahan yang ada. Akhirnya, pada Kamis (7/1/2021) dilakukanlah musyawarah ohoi bersama tokoh adat,Pemerintah dan masyarakat.

Lewat musyawarah itu, kemudian disepakatilah pembentukan pengurus baru dan pelepasan sasi pada mobil BUMO  yang disita. Tak terkecuali pelaporan dana BUMO oleh pengurus lama.

Berdasarkan keputusan bersama dalam musyawarah saat itu, dengan disaksikan langsung oleh tokoh adat marga Rahayaan Kadhoa, Penjabat Kepo dan perangkatnya, Camat Kei Kecil Barat Jopie Rahajaan, dan masyarakat Ohoiren, sekira pukul 17.00 WIT proses pelepasan sasi dilakukan.

Proses ditandai dengan penyerahan sesajian adat oleh Kepala Marga Rahayaan Kadhoa kepada Wakil Ketua BSO. Selanjutnya, diserahkan kembali ke istri Wakil Ketua BSO dan ia pun melepaskan kain (simbol sasi) yang terpasang di mobil.  

“Mobil ini bukan milik pribadi saya tetapi milik masyarakat. Untuk itu, saya sendiri yang melepas sasi ini dan tak perlu ada keterlibatan tokoh-tokoh adat. Tokoh adat yang hadir ini adalah dari marga Rahayaan Kadhoa sendiri,” ucap Riki.

Bersamaan dengan pelepasan sasi hari itu, kunci serta surat-surat mobil BUMO telah dikembalikan kepada Pemerintah Ohoi. 

Tak Ada Ketentuan 

Camat Kei Kecil Barat Jopie Rahajaan menyatakan, dalam ketentuan Permendagri Nomor 16 tahun 2019 maupun Permendes nomor 4 tahun 2015, tak ada satu pasal pun yang membenarkan tindakan penyitaan, bahkan pemasangan sasi terhadap aset-aset desa.

“Tak ada satu pun pasal dalam ketentuan-ketentuan itu yang mengharuskan masyarakat memsang sasi pada aset desa yang dibiayai oleh dana desa. Untuk itu saya berharap, kedepannya hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi, baik di desa ini maupun desa-desa lainnya yang ada di kecamatan Kei Kecil Barat,” tegasnya.

Mantan Ketua BUMO, Adrianus Farawowan saat diwawancarai Wartawan di kediamannya, Kamis (7/1/2021). FOTO/Dok. Ghege

Pengakuan Mantan Ketua BUMO

Mantan Ketua BUMO Ohorien, Adrianus Farawowan yang saat ditemui wartawan di kediamannya, Kamis (7/1/2021) menanggapi dugaan yang ditujukan kepada dirinya, sebagaimana diberitakan media. 

Farawowan mengklaim, tuduhan ketidakterbukaan laporan pengelolaan dana BUMO Ohoiren yang disangkakan kepadanya itu tidaklah benar.

“Yang bilang saya tidak transparansi, itu bohong. Karena saat penyerahan dana BUMO tahun 2016 di Kepala ohoi punya rumah itu disaksikan langsung oleh masyarakat. Berita acara dan laporannya juga sudah diserahkan ke Inspektorat,” ungkap dia.

Farawowan menambahkan, bahkan tentang adanya pernyataan yang menyebutkan bahwa Wakil Ketua BSO telah menghubunginya berulangkali terkait pelaporan dana BUMO, namun tidak diindahkan, dia menegaskan, hal itu juga tidaklah benar.

“Dia (wakil ketua BSO) tidak pernah datang dan berbicara tentang hal itu. Katong undang datang, tapi dia tidak pernah mau datang,” ujarnya.

Saat disinggung soal keberadaan dana BUMO, Farawowan menyebut, dana yang tersimpan di bank saat ini sebesar  Rp. 157.000.000.

Sebelumnya, ia merincikan, total dana BUMO tahap I sebesar kurang lebih Rp. 207.000.000. Dari dana tersebut kemudian telah dicairkan sebesar Rp. 50.000.000 untuk kebutuhan kredit 7 kelompok pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya, ditarik lagi dari bank sebesar Rp. 90.000.000 untuk kebutuhan yang sama.

“Untuk pinjaman kredit Rp. 50 juta sudah dikembalikan. Tetapi yang Rp. 90 juta itu belum sepenuhnya dikembalikan oleh yang meminjam,” bebernya.

Sementara terkait mobil BUMO, Farawowan menjelaskan, mobil tersebut dibeli tahun 2017 di Surabaya dengan biaya kurang lebih Rp.130.000.000. Dalam prosesnya, mobil ini beroperasi untuk melayani aktivitas masyarakat, baik untuk berjualan ke pasar maupun hal lainnya.

Total pendapatan dari operasional mobil yang tersimpan saat ini sebesar Rp. 15.000.000. Dana tersebut disimpan di CU (Credit Union).   

Farawowan mengatakan, dana ini disimpannya di CU karena lebih mudah untuk nantinya ditarik, ketimbang di bank. 

“Kalau di CU kan jika ada kebutuhan mendesak, mudah untuk kita ambil. Tetapi kalau di bank agak sedikit ribet pengurusannya,” ujarnya.

Lebih lanjut, menurut Farawowan, pendapatan dana operasional mobil BUMO Ohoiren dalam setahun, seharusnya bisa lebih dari yang disebutkannya. Namun, pengeluaran terkadang tak seimbang dengan pemasukan.  

“Sesuai perhitungan saya, pendapatan bisa mencapai Rp. 30 juta dalam satu tahun, tetapi banyak pengeluarannya untuk biaya perawatan mobil, bayar insentif pengurus dan bayar gaji sopir. Ditambah lagi setoran operasional mobil tidak menentu, terkadang Rp 100-200 ribu, ada juga  yang hanya Rp. 50 ribu saja, bahkan tidak ada,” katanya. 

Sebagai informasi, laporan pengelolaan dana BUMO Ohoiren sendiri, sesuai ketetapan musyawarah ohoi, Kamis (7/1/2021) maka akan dilakukan pemeriksaan kembali oleh pihak Inspktorat Malra. (Ghege)

Baca Juga

Berita Populer

Masukkan Kata Kunci atau ESC Untuk Keluar