Langgur,
Marrinnews.com.-Jabatan
Sekretaris Sekretaris Daerah (Sekda) merupakan jabatan tertinggi dalam karir
Aparatur Sipil Negara (ASN) di suatu lingkungan pemerintahan daerah. Jabatan Sekda, memiliki peran penting dan
vital dalam mengelola jalannya pemerintahan dengan demikian harus diisi pejabat
yang berkualifikasi dan berkompeten.
Pengisian jabatan Sekda ataupun jabatan Kepala Dinas dan Badan
di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dijewantahkan dalam tata cara seleksi
Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) yang diatur dalam Pasal 114-115
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam
pengaturannya, semua ASN memiliki kesempatan menduduki jabatan tertinggi dalam
karir ASN tersebut. Melalui seleksi terbuka merupakan wujud keadilan dalam bagi
seluruh ASN. Pejabat yang memenuhi persyaratan turut ambil bagian dalam
seleksi. Artinya, mereka memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi Sekda.
Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang telah berlaku sejak
15 Januari 2014 merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang
bertujuan untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas,
profesional dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga bebas dari
praktek KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas
bagi masyarakat..
Dari filosofis diatas, sesungguhnya UU ASN memiliki 2 roh,
yakni Pertama, memantapkan aparatur sebagai abdi negara yang melayani
kepentingan publik maka diperlukan
birokrat yang profesional dan memiliki integritas serta memiliki kompetensi di
bidangnya. Kedua, adalah masih identiknya birokrasi yang bekerja untuk
kepentingan politik. Kedua kondisi ini menjadi daya dorong untuk melakukan
perubahan terhadap tatanan birokrasi melalui UU ASN yaitu perubahan dalam
sistem, manajemen, rekrutmen dan budaya pegawai negeri sipil (PNS).
Sistem seleksi JPT yang dibangun dalam UU ASN juga diharapkan
agar menjaga independensi dan netralitas, dimana ASN dilindungi dari
kepentingan politis dengan adanya sistem merit protection,menghasilkan pejabat
yang memiliki kompetensi,. Calon Pejabat dinilai dari kemampuan, keahlian,
profesionalitas, pengalaman, dan terpenting adalah kinerja atau produktivitas
kerja.
Realitas yang terjadi, seleksi jabatan Sekda maupun seleksi
JPT Pratama, yang telah diproteksi dalam UU ASN kerap hanya sebagai
administrasi belaka. Ujung atau akhir dari seleksi, tak lepas dari
subjektivitas kepala daerah yang tak lain sebagai ‘balas budi politik” usai
perhelatan Pemilihan Kepala Daerah.
Proses administrasi belaka yang dimaksud, dengan menghasilkan
sosok Sekda atau sosok yang mengisi jabatan kepala dinas/unit pelaksana teknis
daerah, terlihat dari upaya pemerintah daerah membentuk tim panitia seleksi
yang diisi oleh ASN dan para tokoh yang dinilai independen serta berkompotensi
dalam seleksi dimaksud. Namun. sering terdengar Tim Pansel harus netral, tidak
berpihak pada siapapun. Kalau bagus ya harus dikatakan bagus dan sebaliknya.
Namun, bila dilihat alur seleksi meliputi seleksi administrasi, dilanjutkan ke
tahap seleksi kompetensi manajerial, dan diakhiri kompetensi bidang. Dari hasil
itu pula, Pansel akan mengkompelasi keseluruhan hasil-hasil seleksi untuk
mendapatkan skor penilaian yang selanjutnya, akan disampaikan ke komite Aparatur Sipil Negara.
Hasil seleksi itu akan menghasilkan tiga peringkat teratas yang disampaikan
kepada kepala daerah.
Pada titik akhir ini, kerap “aroma” balas budi politik
tercium, bahkan tak jarang muncul slentingan, saat seleksi terbuka berlangsung.
Misalnya, ada “Putra Mahkota” dan sebutan lain yang mengisyaratkan, telah ada
calon Sekda dan calon ‘Pilihan’ yang mengisi jabatan nantinya. Diujung akhir
penetapan calon Sekda terpilih atau kepala dinas/unit pelaksana teknis, muncul
berbagai cerita membubuhi. Peserta yang gagal ataupun kelompok kepentingan,
menduga-duga, calon terpilih, diangkat oleh kepala daerah karena dinilai
berjasa sewaktu Pemilihan Kepala Daerah, atau muncul cerita pejabat terpilih
memiliki hubungan kekerabatan sehingga dapat mempermudah urusan “main mata” di pemerintahan dan
berbagai versi cerita.
Sejatinya, seleksi terbuka yang merupakan bentuk keadilan
bagi seluruh ASN dapat bersaing secara sehat ini pula, mampu memperbaiki
manajemen pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik, tidak lagi
berorientasi melayani pimpinan. Seleksi dalam jabatan, harus menempatkan ASN
sebagai sebuah profesi yang bebas dari intervensi politik dan akan menerapkan
sistem karier terbuka yang mengutamakan
prinsip profesionalisme, yang memiliki kompetensi, kualifikasi, kinerja,
transparansi, objektivitas, serta bebas dari KKN yang berbasis pada manajemen
sumber daya manusia dan mengedepankan sistem merit menuju terwujudnya birokrasi
pemerintahan yang profesional.
Panitia Seleksi yang diisi oleh mereka yang dinilai
independen juga benar-benar memberikan penilaian secara objektif kepada peserta
seleksi terbuka JPT Pratama. Nilai ini, berdampak pada hasil akhir
perangkingan. Hasil perangkingan juga menjadi referensi bagi Pejabat Pembina
Kepegawaian untuk memutuskan, 3 sosok calon sekretaris daerah yang diusulkan
kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. Seirama itu pula, penentuan 3
nama calon pejabat hasil seleksi terbuka JPT Pratama yang mengisi jabatan
kepala dinas/unit pelaksana teknis daerah merupakan hasil objektif atas hasil seleksi administrasi, seleksi
kompetensi manajerial, dan diakhiri kompetensi bidang sehingga siapapun yang
memiliki kompetensi layak mengisi jabatan dimaksud sehingga menghindari
slentingan ‘Putra Mahkota” dalam seleksi. (*)
Penulis Tarsisius
Sarkol,S.Sos,M.Si
Staf Pengajar Sekolah
Tinggi Ilmu-Ilmu Sosial Tual
Editor : Ridwan Kalengkongan